Rabu, 20 November 2013

7

Sabtu, 15 juni 2013  
Malam ini, kuputar kembali memori lamaku. Tiba-tiba sahabat karibku sejak SMA menelpon. Itulah kebiasaan kami jika tak ada kerjaan (lebih tepatnya jika waktu kami senggang) kami selalu telpon konferens.
Rasa senang, bahagia, haru selalu menyelimutiku.. padahal kita sudah berada ditempat kita masing-masing dan posisi kita masing-masing. Alangkah indahnya masa itu. Rasa-rasanya baru kemarin kita bertemu, di tahun ajaran baru ketika SMA. Dimana masa itu merupakan masa kita mencari dan menemukan jati diri kita masing-masing.
Pada saat itu kita masih dalam kondisi unyu-unyu.. hahhaihh, yah unyuuuu sekali.. jika melihat memori kita ketika awal bertemu, ketika beberapa pekan sembari menunggu pengumuman kelulusan yang disekolah kita sudah tak ada kerjaan selalu kita sempatkan untuk ke sekolah sekedar bertemu saja.  Berfoto ria, makan bakso bersama, bermain bersama, de-el-el.
Andaikan masa itu bisa kita ulang kembali kawan, hanya bisa memutar rol film yang sudah kita buat saja untuk menikmati masa itu.

6

Kamis, 29 november 2012
Pukul 16.22 di kamar ku qurrata ayun
Dear my life..
Sore ini aku ditemani murotal, hujan, petir yang menyambar serta angin yang melambai-lambai.
Yah, layaknya petir yang mengagetkanku setiap kali ia menyapa. Rasa-rasanya kali ini setiap aku terbangun dari lamunanku, aku selalu dikagetkan dengan... “ohh, inilah hidup”. Ya, inilah hidup... yang terus akan kau jalani hingga tiba masanya nanti ku pergi meninggalkannya jauh dari kehidupanku di dunia ini.
Sengaja aku belum pulang ke pondokkan dimana aku KKN. Tidak hanya satu hal yang menjadi alasanku, tapi beberapa hal, mungkin banyak hal. Salah satu, salah dua, salah semuanya itu adalah: aku harus mengerjakan date line tugasku yang terus beriringan datang silih berganti yang entah sampai kapan akan berakhir (yaa, sampai aku selesai mengerjakannya), menenangkan diri dari segala penat yang kurasakan dari setiap keramaian yang kurasakan.
Aku rindu sebuah ketenangan di dalam keramaian,.. aku rindu keramaian di dalam kesunyi-senyapanku. Aku masih terus mencari dan bertanya-tanya siapakah yang bersukarela untuk menjadi sahabat sejatiku, yang terus dan selalu membimbingku jika aku dalam keadaan futur. Tapi, aku akan terus menunggu hingga entah kapan aku akan menemukannya. Mungkin sampai akhirnya tiba masaku, pun aku akan terus menunggu.
Kawan, maafkan aku jika sikapku tak pernah bisa membuatmu nyaman selama berada di dekatku, jika selama kau dekat denganku kau hanya merasakan kesusahan saja yang diakibatkan olehku.
Ayah, maafkan anakmu ini, yang terus-terusan selalu merepotkanmu, yang terus menerus meminta untuk dipenuhi segala kebutuhanku yang mungkin engkau sebenarnya tak sanggup untuk memenuhinya, namun kau terus berusaha untuk memenuhinya demi membahagiakan anakmu ini, yang sebenarnya anakmu ini tak tahu apakah akan dapat memenuhi permintaanmu, atau bahkan menyenangkan hatimu sekedar untuk berbakti padamu dimasa tuamu kini.

Ibu, maafkan aku jika selama aku hidup kau terus berderai air mata karena kau terus harus bersabar dalam menyikapi kenakalanku yang sebenarnya kau pun telah capek untuk mengawasiku yang sehinga kau harus membagi waktu mu untuk mengurusku, mengurus pekerjaan rumah tanggamu, tapi engkau tak pernah mengeluh sedikit pun, yang kau pikirkan hanyalah kebahagiaanku semata.

5

Selasa, 27 november 2012
Pukul 15.18 di ruang sidang 3 fakultas hukum UGM
Dear my life,
Rasanya, semakin lama ku memendam rasa dan perasaan ini semakin tak karuan apa yang ku fikirkan dan apa yang kulakukan dalam hidup. Apakah memang hidupku masih tak tentu arah? Padahal tujuan hidupku jelas hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Tapi, entah mengapa aku masih merasa hampa, terasing, tak tentu arah. Padahal, sering kali kumelihat/membaca artikel kamu tak sendiri, islam memang lahir dari keterasingan dan akan kembali menjadi terasing.
Rasanya aku semakin terpuruk dengan keadaan ini. Aku semakin tak tentu arah. Orang lain bisa melakukan apa-apa yang ingin mereka lakukan. Tetapi, mengapa aku tak bisa??
Apa yang salah dengan diriku? Semakin lama, beban ini ku simpan semakin berat rasa yang ada dalam fikirku. Semakin pusing rasanya otakku. Semakin mendidih pula otakku, yaa Allah apakah aku tak pantas untuk hidup?

Rasanya seperti tak ada ruang untukku di dunia ini. Hidupku bagaikan api di dalam sekam. Hidup segan mati tak mau, bukannya aku tak mau mati, melainkan aku belum siap untuk mati. Karena masih sangat banyak dosa yang aku pikul dan belum aku tebus.

4

Kali ini akan ku ceritakan kisah hidupku.
Setelah lama-semakin lama aku hidup, ku penuhi hidup ini dengan sedikit perenungan-perenungan yang mungkin takkan pernah berujung sampai kapan pun.
Aku memang sudah bisa di katakan dewasa, dengan usiaku yang sudah menginjak 21 tahun. Tapi, aku pun masih belum menemukan jati diriku sendiri. Aku yang selama ini selalu melihat dan memperhatikan sikap dan perilaku orang lain yang kemudian sedikit banyak aku aplikasikan sebenarnya dalam kehidupanku. Mungkin ini metode yang salah. Namun, entah bagaimana aku harus memulai hidup jika aku tak mencontoh sikap dan perilaku mereka.
Ya, aku masih selalu mengingat pertanyaanku yang ku ajukan dulu sewaktu aku masih kecil (yang sebentar lagi menginjak remaja) kepada ibuku:
Aku: “bu, mengapa hidup kita seperti ini. Dulu ketika aku mau ini, itu bisa dilakukan. Tapi sekarang...”
Ibu : “ya, namanya juga hidup nak, kadang di atas kadang di bawah. Syukuri aja apa yang ada ya”
Aku hanya bisa menghela nafas. Ya, memang benar hidup itu bak roda yang berputar. Terkadang ada di atas, terkadang pula ada di bawah. Perubahan diatas atau di bawah itu tergantung diri kita juga, apakah roda itu kita ayuh dengan cepat atau kah perlahan? Jika kita menginginkan roda di bawah segera menjadi di atas, maka kita harus berusaha dengan kuat untuk mengayuh roda itu untuk kemudian menjadi di atas. Tetapi, jika kita bersantai perlahan mengayuh roda itu, mana mungkin roda itu akan segera sampai di atas.
Man jadda wajada (siapa yang bersungguh-sungguh dia akan berhasil) ..^_^..



(un-date)

3

Jum’at, 23 november 2012
Pukul 12.08 tepat di balkon qurata ‘ayun
Dear, my life..
            Rasanya memang semakin hari semakin letih, bosan, monoton.. Entah ini hanya perasaan saja. Ato bahkan hanya diriku saja yang merasakannya.
Heran sungguh heran, di jaman seperti ini (di dunia ini). Aku hanya memperhatikan kebiasaan, perilaku dari orang-orang sekitarku. Aku merasa, ini memang aku yang aneh ato memang orang-orang yang ada disekitarku yang aneh. Kebanyakan dari orang-orang senang sekali mengadu domba (entahlah kata apa yang lebih pantas aku sandangkan kepada mereka) yang jelas, mereka hanya bisa mengatakan keburukan orang lain, bicara kesana kesini. Tanpa memandang diri mereka sendiri, padahal mereka pun tak sempurna, juga mungkin mereka berkata seperti itu karena mereka itu cukup populer dan memiliki segudang keahlian di bandingkan dengan orang lain.

Rasanya sudah cukup memang, aku terus bergumam dalam hati ku. Aku pun tak tahu harus mulai darimana untuk memulai mengatasi itu. Aku sudah memulainya dari diriku sendiri. Karena aku tidak suka memperbanyak bicara tanpa mencontohkan apa yang seharusnya kita lakukan. Berat memang rasanya, hidup di jaman seperti ini. Menyatu terbawa-bawa, menyendiri kesepian karena kita adalah makhluk sosial bukannya hanya sebagai makhluk individual.

2

Aku terlahir di lingkungan yang biasa-biasa saja. Tak ada anak yang sebaya denganku ketika aku dilahirkan. Sebenarnya ada, namun entah aku yang sekolahnya terlalu cepat ataukah mereka yang sekolahnya lambat. Sehingga di jamanku aku hanya hidup seorang diri. Tanpa kawan sebaya. Bermain hanya dengan anak-anak yang usianya jauh dibawahku atau bahkan dengan yang usianya jauh diatasku. Aku terlahir sebagai perempuan. Namun, kebiasaan bermainku dengan laki-laki (entah karena ayahku terobsesi anaknya adalah laki-laki atau apalah namanya). Aku diperlakukan sebagaimana anak laki-laki lazimnya, pakaianku serba anak laki-laki, sepatu/ sandal, alat tulis, tas, buku, dan lain sebagainya serba milik anak laki-laki. Namun, aku pun tak kehilangan sisi feminimku. Aku bisa memasak, aku bisa membantu ibuku, aku pun tidak malu.
Sejak kecil pun aku tak suka berpakaian ketat, bercelana pun tak pernah jeans. Hingga akhirnya ketika aku menginjakkan kakiku di bangku SMA, aku terjerumus pada lubang hidayah.
Aku tak pernah menyangka, aku yang dahulu bisa seperti aku saat ini. Dahulu waktu aku masih awal sekolah, aku melihat kakak kelasku yang berjilbab lebar aku bertanya-tanya dalam hatiku. Kenapa, kita berpakaian itu berbeda-beda?
Padahal kita semua sama, aku pun tidak menyangka akan dikenalkan dengan dunia yang begitu mengasyikkan untukku (masa remaja), dan begitu penuh perjuangan dan pengorbanan (masa dewasa hingga tua).
Menyakitkan, pahit, perih, sepi, sendiri, tak ada kawan yang bisa ku temui. Semuanya, tak seperti dulu. Tak seperti dulu ku pertama kali mengenalnya. Mereka begitu kejam padaku, mereka begitu sinis padaku, mereka begitu acuh padaku, mereka tak lagi memahamiku, mereka tak lagi menyukaiku, mereka semua bagaikan pohon beringin yang besar namun berhantu. Bak misteri yang sulit ku buka tabirnya.

Ternyata, ini semua akan menjadi indah tatkala ku resapi maksud dan maknanya. Aku berada dalam proses untuk acuh pada perkataan orang lain terhadapku, proses menuju pencarian jati diri, proses pengembangan potensi diri.


(un-date)

1


Seperti biasa, sama seperti dengan malam sebelum-sebelumnya.
Setiap malam, apabila malam menjelang semua tubuh yang lelah kembali pada peristirahatannya untuk menunaikan hak-hak tubuhnya. Ya,,  sebelum akhirnya ku putuskan untuk memejamkan  mata. Entah ini sudah menjadi kebiasaan ataukah ada rasa kegelisahan dan ketidaknyamanan dalam perjalanan hidup di siang hari.
Rasanya mulut ini tak cukup untuk berbicara, tinta dan kertas pun tak cukup jika ku tuliskan semua kisah dan perjalanan hidupku. Namun, ini menjadi bukti kecil goresan hidup.
Mungkin, jika ada yang bertanya orang yang paling bodoh itu siapa?
Aku akan menjawabnya “yaitu Aku.”
Jika ada yang bertanya “Siapa yang paling malas?”
“Itu juga adalah Aku.” Itu jawabku.


(un-date)