Kamis, 29
november 2012
Pukul 16.22
di kamar ku qurrata ayun
Dear my
life..
Sore ini aku
ditemani murotal, hujan, petir yang menyambar serta angin yang melambai-lambai.
Yah, layaknya
petir yang mengagetkanku setiap kali ia menyapa. Rasa-rasanya kali ini setiap
aku terbangun dari lamunanku, aku selalu dikagetkan dengan... “ohh, inilah
hidup”. Ya, inilah hidup... yang terus akan kau jalani hingga tiba masanya nanti
ku pergi meninggalkannya jauh dari kehidupanku di dunia ini.
Sengaja aku
belum pulang ke pondokkan dimana aku KKN. Tidak hanya satu hal yang menjadi
alasanku, tapi beberapa hal, mungkin banyak hal. Salah satu, salah dua, salah
semuanya itu adalah: aku harus mengerjakan date line tugasku yang terus beriringan
datang silih berganti yang entah sampai kapan akan berakhir (yaa, sampai aku
selesai mengerjakannya), menenangkan diri dari segala penat yang kurasakan dari
setiap keramaian yang kurasakan.
Aku rindu
sebuah ketenangan di dalam keramaian,.. aku rindu keramaian di dalam
kesunyi-senyapanku. Aku masih terus mencari dan bertanya-tanya siapakah yang
bersukarela untuk menjadi sahabat sejatiku, yang terus dan selalu membimbingku
jika aku dalam keadaan futur. Tapi, aku akan terus menunggu hingga entah kapan
aku akan menemukannya. Mungkin sampai akhirnya tiba masaku, pun aku akan terus
menunggu.
Kawan,
maafkan aku jika sikapku tak pernah bisa membuatmu nyaman selama berada di
dekatku, jika selama kau dekat denganku kau hanya merasakan kesusahan saja yang
diakibatkan olehku.
Ayah,
maafkan anakmu ini, yang terus-terusan selalu merepotkanmu, yang terus menerus
meminta untuk dipenuhi segala kebutuhanku yang mungkin engkau sebenarnya tak
sanggup untuk memenuhinya, namun kau terus berusaha untuk memenuhinya demi
membahagiakan anakmu ini, yang sebenarnya anakmu ini tak tahu apakah akan dapat
memenuhi permintaanmu, atau bahkan menyenangkan hatimu sekedar untuk berbakti
padamu dimasa tuamu kini.
Ibu, maafkan
aku jika selama aku hidup kau terus berderai air mata karena kau terus harus
bersabar dalam menyikapi kenakalanku yang sebenarnya kau pun telah capek untuk
mengawasiku yang sehinga kau harus membagi waktu mu untuk mengurusku, mengurus
pekerjaan rumah tanggamu, tapi engkau tak pernah mengeluh sedikit pun, yang kau
pikirkan hanyalah kebahagiaanku semata.